Bolehkah Tak Ganti Nama usai Mualaf Seperti Mahalini? Ini Kata Ulama / Foto: Instagram/@mahaliniraharja @dhirmanputra
Jakarta, Insertlive -
Mahalini menjadi sorotan publik usai masuk Islam atau mualaf dan menikah dengan Rizky Febian. Namun, Mahalini tak berganti nama yang bernuansa Islami usai memutuskan jadi Muslim.
Nama menjadi salah satu identitas yang kuat untuk menjelaskan sosok orang. Pasalnya, pemberian nama kerap identik dengan kultur dan budaya dari masing-masing wilayah.
Orang tua pun pastinya akan memberikan nama yang punya makna baik untuk anak tercinta. Bahkan, hadis riwayat muslim juga menjelaskan bahwa orang tua sudah sepatutnya memberikan nama yang baik untuk anak.
"Sesungguhnya di antara kewajiban orang tua terhadap anaknya, adalah mengajarinya menulis, memberikan nama yang baik, dan menikahkannya bila telah dewasa," bunyi hadis riwayat muslim yang dikutip pada Jumat (1/11).
Selain itu, hadis riwayat Abu Darda' juga menjelaskan bahwa nama akan terus abadi hingga orang tersebut meninggal dunia. Bahkan, orang-orang di dunia akan dipanggil sesuai namanya bila hari kiamat tiba.
"Kalian akan dipanggil di hari kiamat dengan nama kalian, dan nama ayah kalian. Maka perbaguslah nama kalian," bunyi hadis riwayat Abu Darda'.
Nama juga biasanya diberikan sesuai dengan keyakinan dan agama masing-masing. Tak heran bila ada sejumlah nama yang bisa langsung menjelaskan identitas agama seseorang.
Hal itu rupanya mengundang gusar bagi orang-orang yang memilih masuk agama Islam alias mualaf. Banyak yang bertanya soal urgensi mengganti nama bernuansa Islami usai jadi mualaf.
Syaikh Abdullah bin Baz, seorang ulama besar Arab Saudi lantas menjelaskan perihal tersebut. Ia berujar bahwa pergantian nama tersebut diwajibkan bila memang yang sebelumnya bertentangan dengan keyakinan Islam.
"Jika namanya tidak baik (menurut agama), maka disyariatkan untuk mengubah namanya setelah masuk Islam. Karena, perubahan nama ini menjadi penanda yang jelas telah berpindah agamanya dia menjadi Islam. Karena, ia (boleh jadi) akan ditanya kenapa mengganti namanya, maka diketahuilah kalau ia masuk islam. Kemudian, nama yang ia miliki saat masih kafir (belum beriman) boleh jadi tidak sesuai (dengan ciri keislaman), maka digantilah dengan nama-nama yang "islami," seperti Shalih, Ahmad, Abdullah, Abdurrahman, Muhammad dan sebagainya. Jika namanya menunjukkan kalau ia "menghamba" kepada selain Allah, misal 'Abd al-Masih, 'Abd az-Zahrah, 'Abd Musa, 'Abd Isa, ini wajib diubah karena tiada yang disembah kecuali Allah. Maka wajib diubah dengan nama semisal Abdullah, Abdurrahman, dan semacamnya. Adapun jika namanya tidak mengandung unsur menghamba kepada selain Allah, namun nama-nama itu dikenal sebagai nama-nama orang non-muslim, maka yang lebih baik adalah menggantinya," jelas Syaikh Abdullah bin Baz.
"Ketika seorang mualaf memutuskan untuk mengganti nama, hukumnya dianggap mubah atau diperbolehkan. Namun, jika nama sebelumnya memiliki konotasi kemusyrikan atau makna yang bertentangan dengan keyakinan Islam, maka hukumnya diwajibkan untuk diganti agar sejalan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Keputusan untuk mengganti nama atau tidak sering kali begitu sangat pribadi dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk keyakinan pribadi, lingkungan, dan budaya. Yang terpenting adalah menjalani keyakinan agama dengan tulus dan memahami makna dan implikasi dari nama yang digunakan," tutupnya.
(ikh/ikh)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading LoadingBACA JUGA
detikNetwork