Cerita Kak Seto: Gagal Jadi Dokter, Hidup di Tempat Sampah, Kini 55 Tahun Mengabdi untuk Anak / Foto: Marianus Harmita
Jakarta, Insertlive -
Psikolog anak Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto, baru saja merayakan 55 tahun pengabdian dirinya di dunia anak-anak, tepat pada Jumat (4/4).
Dalam peringatan ini, ia mengenang perjalanan hidup yang tak mudah hingga akhirnya dikenal sebagai ikon pelindung hak-hak anak di Indonesia.
Kak Seto memulai kiprahnya pada tahun 1970, saat ia menjadi asisten dari pasangan Bapak dan Ibu Kasur. Saat itu, ia bahkan menawarkan bantuan secara sukarela tanpa mengharapkan bayaran.
"Saya cari-cari tempat kerja selalu ditolak, akhirnya saya melihat ada tayangan Ibu Kasur di TVRI. Akhirnya saya ke TVRI, katanya bukan di sini Ibu Kasur, dia di rumahnya di Cikini. Akhirnya saya jalan kaki dari Senayan ke Cikini," ujar Kak Seto, Minggu (6/4).
Setibanya di rumah Ibu Kasur, ia bertemu dengan Pak Kasur yang kemudian menyambut niat baiknya.
"Terus nyampe jam 2 saya ketemu Pak Kasur, karena katanya Bu Kasur sedang istirahat. Lalu saya bilang, saya ingin jadi pembantu Bapak Kasur, nggak usah digaji. Terus ya sudah, entar datang saja ke Taman Situ Lembang," sambungnya.
Kak Seto menyebut tanggal 4 April sebagai hari bersejarah dalam hidupnya. Sejak saat itu, ia memperingati momen pengabdiannya setiap tahun.
"Pas jam 4 sore saya bilang Pak Kasur, saya yang tadi datang ke rumah. Terus oke bantu. Dibilang saya asisten Pak Kasur. Setiap tanggal 4 April, saya kenang sebagai hari pengabdian saya di dunia anak-anak. Saya peringati yang pertama, kedua, 10 tahun, 20, 30, terakhir 50, tahun ini ke-55," tuturnya.
Namun, di balik keberhasilannya, Kak Seto juga menyimpan kisah kelam masa muda. Ia pernah mengalami frustrasi berat karena gagal mewujudkan impian menjadi dokter.
Bahkan ia merasa dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya yang diterima di fakultas kedokteran.
"Saya pernah frustrasi, gagal masuk fakultas kedokteran di empat kampus, dan di rumah dibanding-bandingkan dengan saudara kembar saya yang sukses diterima di fakultas kedokteran. Saya betul-betul frustrasi, akhirnya saya memutuskan minggat dari rumah ke Jakarta," ujarnya.
Tanpa tujuan yang jelas, Kak Seto pun merantau ke Jakarta seorang diri. Ia hidup terlunta-lunta dan sempat menjadi gelandangan selama tujuh bulan.
"Nggak punya teman, nggak punya saudara, akhirnya saya mulai hidup di tempat sampah sebagai gelandangan selama 7 bulan," kenangnya.
Kini, setelah lima dekade lebih, Kak Seto tidak hanya menjadi tokoh nasional yang konsisten membela hak anak, tetapi juga sosok yang menginspirasi banyak orang lewat ketekunan dan pengabdiannya.
(ikh/ikh)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading LoadingBACA JUGA
detikNetwork